wartapena.com. 6 Juni 2016. Ketika negara Slovakia masih menjadi satu dengan Ceko menjadi Cekoslovakia, setidaknya Slovakia pernah merasakan menjadi juara Piala Eropa 1976. Tapi, ketika keduanya berpisah di 1993, Slovakia belum pernah sekalipun lolos Piala Eropa, kecuali Republik Ceko yang sudah lima kali menjadi peserta Piala Eropa. Baru pada Piala Eropa 2016 inilah, Slovakia sebagai negara berdaulat lolos kali pertama ke Piala Eropa
“Ini pantas dijadikan sejarah bagi sepak bola Slovakia. Pertamakali kami merasakan atmosfer putaran final Piala Eropa di Prancis. Ini pesta besar buat kami,” kata Marek Hamsik, pemain Slovakia yang bermain di Napoli.
Dalam sejarahnya, Cekoslovakia mengalami “Disolution” atau pemisahan menjadi dua negara, yakni Ceko dan Slovakia. Mereka selalu bersaing, baik di sepak bola maupun industri senjata. Selama ini Rep. Ceko dianggap lebih unggul, baik di sepak bola maupun industri senjatanya, sekalipun tanpa konflik peperangan.
Setelah Perang Dunia I, Cekoslovakia merupakan negara tempat memproduksi senjata dan merupakan gudang senjata. Usai PD I, bangsa Ceko dan Slovakia kemudian mendirikan negara bersama pada 1918. Negara Cekoslovakia merupakan negara penerus Kekaisaran Austro-Hungaria pada akhir Perang Dunia I dan dibentuk sebagai bagian dari Perjanjian St Germain. Pada PD II, Jerman menjadikan negara ini tempat menyimpan senjata guna menyerang Rusia. Barulah usai PD II, Cekoslovakia menjadi negara bebas namun di sisi politik di bawah pengaruh Rusia (bagian dari Blok Timur).
Pada 1992, Vaclav Klaus dari Ceko dan Vladmir Mečia wakil Slovakia mengadakan perundingan. Pasalnya, Slovakia ingin desentralisasi, tapi Ceko menolak. Keinginan Slovakia memisahkan diri itu dilatari peradaban mereka yang berbeda. Ceko tumbuh dari peradaban Austria-Jerman sedangkan Slovakia atas dasar peradaban bangsa Magyar/Hungaria. Di tambah lagi, adanya perbedaan keyakinan, Ceko mayoritas kaum Protestan, Slovakia kaum Katolik. Dari sisi bisnis, terjadi persaingan di industri senjata. Slovakia merasa bakal maju industri senjatanya bila tidak bersatu dengan Ceko.
Setelah disahkannya Konstitusi, UU 542 pada 25 November 1992, maka terjadilah pemisahan kedua negara ini, atau menurut hukum internasional dikenal dengan istilah suksesi negara. Suksesi Negara yakni “hilangnya seluruh atau sebagian kedaulatan wilayah dari negara lama dan sekaligus perolehan kedaulatan wilayah atas wilayah itu”. Cekoslovakia menjadi dua bagian: Republik Ceko dan Republik Slovakia, yang mulai berlaku 1 Januari 1993.
Meski begitu, pemisahan Ceko dan Slovakia ini berjalan secara damai dan berdasarkan keinginan kedua negara, hal inilah yang lebih dikenal dengan istilah Revolusi Velvet atau Revolusi Beludru. Revolusi Velvet, dalam bahasa Ceko sametová revoluce atau Revolusi Tenang dalam bahasa Slovakia: nežná revolúcia, mengarah pada suatu bentuk pemisahan diri yang terjadi secara damai tanpa melalui perang. Bahkan pasca pemisahan, Republik Ceko dan Slovakia tetap menjalin hubungan baik.
Karakter masyarakat kedua negara ini memang berbeda. Orang Ceko bersifat serius, tenang dan pekerja keras, sedangkan Slovakia kaum yang bersifat santai, periang dan religius. Bisa jadi, lantaran karakter itu pula yang menyebabkan Ceko lebih unggul di bidang sepak bola katimbang Slovakia. Ceko lebih serius.
Tapi, kini, Slovakia mulai bisa menegakkan kepala dihadapan Rep. Ceko dalam urusan sepak bola: lolos ke Piala Eropa 2016. Meskipun begitu, rekor pertemuan kedua negara ini masih dipegang Ceko, di mana dari 10 kali pertemuan dalam segala ajang, Ceko menang 5 kali dan imbang 2 kali.
Kendati Slovakia baru kali pertama ini ke Piala Eropa, namun tidak demikian halnya di Piala Dunia. Saat itu, negara dengan ibukota Bratislava menjadi tim debutan Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan. Dan, hebatnya lagi, Slovakia berhasil mencapai babak 16 besar, setelah di babak penyisihan menyingkirkan Italia, juara bertahan, 3-2. Slovakia menjadi runner up grup F di bawah Paraguay. Sayangnya, di perdelapan final Slovakia dikalahkan Belanda 1-2.
Keberhasilan Slovakia, yang berperingkat 18 FIFA (Oktober 2015), ini tak terlepas dari program pembinaan usia muda yang dicanangkan sejak 1998, pun membenahi kualitas kepelatihan, hingga infrastuktur. Mimpi besar mereka adalah bermain di Piala Dunia dan Piala Eropa. Hasilnya, lolos ke Piala Dunia 2010. Namun, setelah itu Slovakia mulai pasang surut.
Adalah pelatih Jan Kozak yang ditunjuk “Slovensky Futbalovy Zvaz” atau SFZ (PSSI-nya Slovakia) menangani Slovakia sejak 2013. Kozak adalah mantan gelandang timnas Cekoslovakia di era 1980-an. Ia tampil di Piala Dunia 1982 dan membawa Cekoslovakia mencapai semifinal Piala Eropa 1980.
Pengalamannya bermain di kancah dunia, ia terapkan di timnas Slovakia. Memang, pada awal karier kepelatihannya, Slovakia menuai hasil buruk lantaran hanya bermain imbang tanpa gol melawan Gibraltar, November 2013. Namun, Kozak tetap dipercaya SFZ melatih Slovakia untuk Piala Eropa 2016. Kepercayaan itu tak disia-siakannya, hasil racikannya mampu mempermalukan Spanyol, 2-1 di babak kualifikasi Piala Eropa 2016.
Kozak mulai memadukan para pemain Slovakia yang bermain di klub elit dengan para pemain mudanya. Ia memberi kepercayaan penuh pada pemain muda sekalipun belum berpengalaman di timnas.
“Kami punya banyak pemain berbakat. Bukan hanya Marek Hamsik dan Martin Skrtel, tetapi Vladimir Weiss contohnya. Saya senang jika semua pemain bisa bermain di tim papan atas untuk menunjukkan kualitas mereka. Saya telah bekerja dengan mereka untuk meningkatkan kepercayaan diri mereka,” ucap Kozak.
Kozak menyiapkan strategi 4-2-3-1 atau 4-4-2. Namun demikian, tak jarang ia lebih memilih bermain defensif ketika menghadapi lawan yang di atas kertas lebih tangguh. Setidaknya, 6 pemain diperintahkannya menjaga kotak pinalti sendiri guna menghalau serangan lawan. Begitu mendapat kesempatan counter attack, giliran Juraj Kucka yang mengalirkan bola ke Hamsik agar menjadi peluang gol.
Di barisan belakang Slovakia banyak berisi pemain veteran. Setidaknya, ada 6 pemain dengan usia kepala 3. Namun, ada dua pemain muda sebagai pelapis: Norbert Gyomber (23, AS Roma) dan Milan Skriniar (21, Sampdoria). Di barisan centre back ada benteng tangguh Martin Skrtel (Liverpool), kapten Slovakia, dan Peter Pekarik (Hertha Berlin), right back yang mulai dilirik Leicester City. Skrtel ditemani Jan Durica (34, Lokomotiv Moscow), sedangkan areal left back dijaga Tomas Hubocan (30, Dynamo Moscow).
Dalam strategi 4-2-3-1, double pivot Slovakia dipercayakan pada Juraj Kucka (29, AC Milan) dan Viktor Pecovsky (33, MZK Zilina, Slovakia), kedua orang ini bertugas di areal kotak pinalti sendiri tapi juga bertempur mencegat lawan di tengah. Adalah Juraj Kucka yang bertugas sebagai pivot yang mendukung serangan. Ia memiliki chemistry dengan Marek Hamsik (28, Napoli). Bahkan, kehebatan Hamsik tak terlepas dari kontribusi Kucka, yang kerap memberikan umpan-umpan matang pada Hamsik.
Di barisan gelandang serang, selain Hamsik, masih ada Miroslav Stoch (26, Bursaspor) dan Vladimir Weiss (26, Al-Gharafa), Sedangkan di posisi striker dipercayakan pada Adam Nemec (30, Willem II) atau Michal Duris (28, Viktoria Plzen).
Di Piala Eropa 2016, Slovakia tak bisa dipandang sebelah mata. Setidaknya, Jerman sudah merasakannya dalam pertandingan persahabatan menjelang Piala Eropa 2016 dengan kalah 3-1. Begitupun Spanyol pernah kalah 2-1. Bila Skrtel, Pekarik, Kucka, Hamsik, Stoch dan Nemec dalam top perform-nya, bukan tidak mungkin ketiga penghuni grup B: Inggris, Rusia, dan Wales, harus merelakan satu tempat untuk Slovakia. Kita tunggu saja.* (wawan tunggul alam)
Twitter: @wawan609