Kualitas pemain sayap (winger) memegang peranan penting dalam sepak bola modern. Membuka serangan dan menguasai areal flank, ternyata cukup produktif untuk menciptakan peluang terjadinya gol.
Keprigelan pemain sayap (winger) dengan skil dan teknik komplit, memang dibutuhkan di era sepak bola modern. Lewat winger–winger berkualitas inilah bombardir serangan mulai dilakukan.
Dalam strategi formasi 4-4-2 klasik, winger kanan dan kiri akan membuka serangan dengan crossing ke jantung pertahanan lawan. Mereka ibarat sprinter yang mengandalkan umpan-umpan silangnya. Winger bertugas mengeksploitasi areal flank yang ditinggalkan lawan saat menyerang. Terlebih lagi, satu-satunya posisi penyerang yang tidak pernah ditempel ketat lawan adalah winger.
Namun, dalam sepak bola modern, kebutuhan seorang winger tidak lagi seperti cara bermain 4-4-2 klasik, tidak lagi mengandalkan umpan-umpan silangnya, tetapi winger dituntut memiliki kemampuan mengolah bola dengan lincah, menggocek lawan dan penetrasi ke jantung pertahanan untuk melakukan shooting. Sehingga, seorang winger dituntut memiliki kemampuan bermain secara komplit.
Bahkan, saking pentingnya strategi menyerang dari sisi flank, dalam perkembangannya menimbulkan istilah inverted winnger atau pemain sayap yang menempati posisi berlawanan dengan kekuatan kaki terbaiknya. Inverted winger bisa berkreasi membuka peluang bagi dirinya dengan melakukan cutting inside atau mendrible bola meliuk-liuk menusuk ke dalam jantung pertahanan lawan lalu melakukan percobaan mencetak gol dengan kaki terkuatnya. Hal semacam ini yang dilakukan, misalnya, Arjen Robben yang kidal ditempatkan sebagai sayap kanan atau Frank Riberry diplot kiri, begitu pula Cristiano Ronaldo, dan beberapa winger lainnya.
Bicara soal kegagalan Prancis di Piala Dunia 2010, salah satunya, dikarenakan timpangnya pemain sayap (winger murni) berkualitas. Prancis kesulitan mengembangkan permainan sayap dan menguasai areal flank akibat minimnya stok winger berkualitas. Tak ada keseimbangan dalam menyerang dari “Les Bleus”, yang saat itu diasuh Laurent Blanc. Mereka terlalu bertumpu pada sayap kiri, sedangkan sayap kanan “garing”. Florent Malouda (Chelsea) dan Franck Ribery (Bayern Muenchen) lebih hidup di sayap kiri. Alhasil, serangan dari sayap terlihat tidak simetris atau tidak seimbang. Penyerangan lebih berpusat di sisi kanan lapangan.
Lantas, bagaimana dengan tim Prancis di Piala Eropa 2016? Pelatih Didier Deschamps senang memainkan formasi 4-5-1 atau 4-3-3, sedangkan ketika mencoba 4-4-2 melawan Albania, Prancis hanya mampu bermain imbang 1-1. Hanya saja, jika ia fanatik memainkan 4-5-1 konvensional atau pengembangannya 4-2-3-1, tentunya ia butuh dua winger murni yang berkualitas.
Namun, jika dilihat dari sederet nama penyerang tim Prancis yang dipanggil Deschamps, tampaknya hanya Kingsley Coman (Bayern Muenchen) yang punya kualitas sebagai winger murni, yang aslinya main di sayap kanan tapi juga mampu bermain di kiri bergantian dengan Douglas Costa/Arjen Robben di Munchen. Pemain belia (19) kelahiran 13 Juni 1996 ini memang telah dipoles Guardiola menjadi winger yang brilian meski masih perlu jam terbang.
Sedangkan sederetan penyerang lainnya, seperti Andre-Pierre Gignac (Tigres), Olivier Giroud (Arsenal), Antoine Griezmann (Atletico Madrid), Anthony Martial (Manchester United) dan Dimitri Payet (West Ham United), meski bisa bermain sebagi winger namun kurang pas jika diplot sebagai winger murni.
Griezmann memang bisa diplot sebagai pemain sayap. Namun lantaran Karim Benzema tidak diikutertakan karena terkena hukuman, kemungkinan Griezman yang diplot sebagai target man (striker), yang bisa bergantian dengan Olivier Giroud, seorang striker murni meski tidak selalu mendapat tempat di Arsenal. Griezman bisa lebih produktif menjadi target man dengan membuat gol di kotak penalti lawan ketimbang menjadi winger murni.
Anthony Martial memang kini diplot sebagai pemain sayap kiri oleh Louis van Gaal, pelatihnya di Manchester United. Namun, posisinya itu justru dikritik Thierry Henry yang berpendapat Martial tidak bermain pada posisinya, di mana ia terlalu melebar di sayap, padahal seharusnya ia menjadi striker utama. Itu artinya, tinggal dituntut kepiawaian Deschamps mengoptimalkan peran Martial menjadi winger bersama Kingsley Coman jika ia ingin memainkan dua winger murni dalam strategi formasi 4-5-1 dengan pengembangan 4-2-3-1. Namun, kalau Martial atau Coman cedera, siapa yang menggantikan peran sebagi winger murni?
Dimitri Payet masih memungkinkan diplot menjadi winger, namun rasanya ia lebih produktif menjadi gelandang serang, sedangkan Andre-Pierre Gignac (Tigres) bukan seorang winger murni.
Bisa jadi, Deschamps bakal mengalami kesulitan jika ingin memainkan 4-5-1, 4-2-3-1 atau 4-4-2, dengan memainkan strategi menekan dan membuka serangan dari sisi flank, karena Prancis tidak cukup memiliki winger murni. Sebetulnya, jika Coman diplot sebagai winger kanan dan Frank Riberry di winger kiri, seperti yang sudah pernah mereka lakukan di Bayern Munchen, serangan dari sisi sayap Prancis bakal menakutkan lawan. Namun, sayangnya, Riberry telah mengundurkan diri dari timnas Prancis. Sementara Paul-Georges Ntep, winger murni yang menyerupai Frank Ribery, tidak dipanggil Deschamps.
Yang paling memungkinkan Prancis memasangkan Colman dan Martial jika ingin memainkan formasi 4-5-1 dengan pengembangan 4-2-3-1. Tapi, dengan melihat pemain yang dipanggilnya itu, besar kemungkinan Deschamps lebih suka memainkan 4-3-3, mengingat ia tidak memanggil beberapa pemain yang punya kualitas sebagai winger murni.
Dengan formasi 4-3-3, nampaknya Deschamps melepas areal flank sebagai fokus serangan, dengan tidak bertumpu pada winger murni. Tetapi, ia kelihatan lebih suka bermain pendek, cepat ala 4-3-3 dan berharap Pogba bisa melakukan penetrasi ke jantung pertahanan lawan dengan membiarkan dua penyerang kiri kanan menjadi winger sekali-sekali (bukan winger murni yang terus menjaga dan menguasai areal flank).
Memainkan 4-3-3, boleh jadi Deschamps mengandalkan Martial-Giroud-Griezman dideretan penyerang dengan menempatkan Giroud sebagai striker murni; atau juga Martial-Griezmann-Payet/Coman. Sedangkan serangan dari areal flank kiri mengandalkan overlapping bek sayap kiri Lucas Digne (AS Roma)/Jeremy Mathieu (Barcelona)/Patrice Evra dan di sisi kanan mengandalkan Bacary Sagna (Manchester City)/Christophe Jallet (Lyon). Tetapi bertumpu penguasaan areal flank melalui bek sayap beresiko jika mendapat counter attack.
Sedangkan di barisan gelandang, Deschamps kemungkinan besar memainkan Yohan Cabaye (30, Crystal Palace), Blaise Matuidi (29, Paris Saint-Germain), dan Paul Pogba (23, Juventus). Sementara pemain yang sedang bersinar bersama Leicester City, N’Golo Kante (25) yang masih muda bisa mengganti satu di antara dua gelandang yang lebih tua, selain Paul Pogba tentunya yang sudah pasti mendapatkan tempat.
Dengan tidak memfokuskan penguasaan dari areal flank dengan mengandalkan winger murni yang berkualitas, akankah Prancis bakal bernasib sama seperti Prancis di Piala Dunia 2010? Kita lihat saja nanti. (wta) ***
Twitter: @wawan609