Piala Eropa 2016 (3): ALBANIA, PASUKAN “ELANG KEMBAR” PENJAGA “BESA”

by -687 views

Albania suporter jpegBoleh jadi, nama Albania masih terasa asing. Apalagi di kancah sepak bola dunia. Maklumlah, sekalipun Albania salah satu pendiri UEFA di tahun 1954, tapi prestasinya masih minim. Negara berpenduduk 3,5 juta jiwa dengan 70% penduduknya mayoritas muslim ini belum pernah lolos ke Piala Eropa, apalagi Piala Dunia. Baru pada Piala Eropa 2016 di Prancis, negeri semenanjung Balkan ini berhasil melakukan debutnya, lolos kualifikasi grup I yang dihuni Portugal, Denmark, Serbia dan Armenia.

Tapi, jika kita ditanya apakah tahu Bunda Teresa, atau Xherdan Shaqiri, Adnan Januzay, Shkodran Mustafi, Lorik Cana, Granit Xhaka, ataupun aktor Hollywood John Belushi, tentu bakal banyak yang menjawab: tahu. Ya, mereka itu semua keturunan Albania. Bunda Teresa adalah seorang biarawati Katolik Roma keturunan Albania berkewarganegaraan India, yang mendirikan Misionaris Cinta Kasih (Missionaries of Charity; M.C.) di Kalkuta, India, pada 1950. John Belushi, ayahnya keturunan Albania.

Sedangkan di deretan pemain sepak bola, Xherdan Shaqiri, mantan pemain Bayern Munchen yang kini merumput di Stoke City, memiliki dua kewarganegaraan sekaligus: Swiss dan Albania. Bersama orang tuanya ia pindah ke Swiss pada 1992 karena konflik Kosovo dan Albania. Warganegara Swiss diperolehnya melalui naturalisasi. Sayangnya, ia lebih pilih membela Swiss. Adnan Januzay pilih membela Belgia. Shkodran Mustafi, menjadi bek timnas Jerman.

Granit Xhaka, yang baru dibeli Arsenal dari Borussia Moenchengladbach senilai 30 juta poundsterling, lebih suka membela Swiss. Padahal, kakaknya Taulant Xhaka memilih membela Albania. Bahkan, di timnas Swiss terdapat 5 pemain asal Albania. Makanya, ada joke yang mengatakan: Albania meloloskan dua tim di Piala Eropa 2016, satu Albania, satunya lagi Swiss.

Jadi, sebetulnya, urusan sepak bola, pemain Albania tak kalah kualitasnya. Setidaknya ada 54 pemain etnis Albania dipanggil negara-negara lain selama kualifikasi Piala Dunia 2014. Dari jumlah itu, 19 orang di timnas Albania, 22 bermain untuk Kosovo, 5 pemain di Swiss, 4 orang di Makedonia, 2 pemain di Finlandia, 1 pemain di Jerman dan satu lainnya di Montenegro. Cuma, uniknya, dari 19 pemain timnas Albania di kualifikasi Euro 2016 lalu, ada 14 pemain di antaranya yang lahir di luar Albania.

Negara Albania, dalam bahasa ibu, disebut “Shqipëria”, yang berarti Tanah Air Burung Elang, lengkapnya Republika e Shqiperise (Republik Albania). Tiranë adalah ibukota Albania. Secara etimologis, kata Albania berasal dari bahasa Yunani: “Albanoi” artinya: bangsa berkulit putih. Karena orang-orang Albania secara etnologis berasal dari ras Illirik, suatu ras rumpun bangsa Indo Eropa yang berkulit putih. Namun orang-orang Albania lebih suka menyebut dirinya sebagai bangsa Shqiperia (Elang).

Bendera Albania berwarna merah tua bersimbol Elang kembar beradu badan. Kesemuanya kembar, mulai dari kepala, sayap, kaki maupun ekor. Elang kembar ini diambil berdasarkan stempel (cap) yang pernah digunakan Skanderbeg, pahlawan nasional Albania, yang memberontak dan berhasil mengalahkan Kesultanan Utsmaniyah (Turki) di abad ke 15.

Memang, Albania — maupun negara-negara Balkan — acapkali dilanda konflik politik, bahkan berujung perang. Hal inilah yang menjadi salah satu pemicu banyak orang Albania hengkang berimigrasi ke negara-negara lain, termasuk para pemain bola potensialnya.

Wilayah Albania yang strategis kerap menjadi rebutan bangsa-bangsa lain. Albania menjadi titik temu antara kebudayaan Romawi dan Yunani serta kebudayaan Kristiani dan peradaban Islam. Sebagai titik temu berbagai kebudayaan, maka wajar jika pada akhirnya banyak bermunculan kelompok-kelompok etnis kecil.

Dalam sejarahnya, Albania beberapa kali berganti rezim penguasa. Dari kerajaan Macedonia, penguasa Romawi, Kesultanan Utsmaniyah Turki, termasuk pernah menjadi negara komunis, sosialis, dan sekarang republik parlementer.

Yang mengagumkan, muslim di Albania terkenal toleran. Kaum muslim Albania pernah menyelamatkan orang-orang Yahudi yang mengungsi ke Albania dari pembantaian di kamp-kamp konsentrasi di Treblinka, Polandia, ketika Perang Dunia II. “Kewajiban Muslim adalah menghormati tamunya,” begitu kata muslim Albania ketika disinggung soal tindakannya menyelamatkan orang-orang Yahudi.

Muslim Albania memiliki kata untuk hal ini: “besa” yang artinya ‘kehormatan’, dan merupakan ajaran budaya yang unik di Albania. Kata “besa” di Albania adalah jenis perlindungan saat mereka menjamu tamu. Begitu aturannya, dan mereka melindungi para tamunya bahkan dengan kehidupan mereka sendiri.

Sejarah peperangan yang panjang, berganti-gantinya rezim penguasa, membentuk karakteristik khas orang-orang Balkan, termasuk Albania. Mereka tumbuh menjadi berwatak keras dan sensitif. “Kamu Albania, berikan diriku kehormatan, berikan diriku nama Albania”. Begitulah motto negara Albania, yang menurut bahasa aslinya berbunyi: “Ti Shqiperi, me jep nder, me jep emrin Shqipetar.”

Albania FSHS jpeg

Kehormatan bangsa Albania, begitulah yang selalu ditanam di dada setiap pemain Albania pada Piala Eropa 2016. Keinginan kuat dan rasa kebersamaan menjaga kehormatan Albania, telah terjalin harmonis di antara sesama pemain Albania. Ini modal awal bagi Gianni De Biasi (59), sang pelatih asal Italia, untuk meracik strateginya. Ia tahu betul karakter pemain-pemain Albania: keras dan berjiwa pejuang.

De Biasi dikontrak Federasi Sepak Bola Albania/FSHF (PSSI-nya Albania) menangani timnas sejak Desember 2011. Sebelumnya, ia pernah melatih Udinese, Torino, dan Levante. Di level klub, ia tak pernah sukses. Tapi, bersama Albania, dia telah membanggakan seluruh negeri. Bahkan, atas keberhasilannya itu, De Biassi diberi kewarganegaraan Albania oleh Sang Presiden, Bujar Nishani, pada 28 Maret 2015.

Perjalanan De Biasi memang tak mudah. Pada mulanya, ia banyak dicibir bahkan ditertawakan orang ketika berambisi meloloskan Albania ke Piala Eropa 2016. “Saya katakan bahwa jika percaya pada diri sendiri, kita bisa melakukannya (lolos ke Piala Eropa 2016). Mereka menertawakan kami. Tapi, mereka yang tertawa sekarang merayakannya bersama kami,” ujar De Biasi. “Kami memiliki seluruh masyarakat di belakang kami. Sekarang, kami telah membuat orang Albania di seluruh dunia bahagia,” lanjutnya bangga.

Di awal tugasnya, Albania memang tak tampil bagus. Tapi, ia masih dipercaya penuh FSHF. Perlahan-lahan De Biasi berhasil membangun timnya. Dimulai dari blusukan mencari pemain keturunan Albania-Kosovo, termasuk yang bermain di luar Albania. Mereka diberi kesempatan membela tim nasional. Selain itu, ia juga berani memberi kesempatan pemain-pemain muda digabungkan dengan para seniornya.

Dalam meracik startegi permainan, De Biasi menyadari kekuatan Albania yang pas-pasan. Jika ia paksakan bermain offensif dan terbuka, Albania bakal menjadi santapan tim-tim papan atas macam Portugal, Denmark dan Serbia di Grup I Kualifikasi Piala Eropa 2016. Tapi, di sinilah jeniusnya De Biasi. Ia berhasil menempatkan pemain yang tepat di posisi yang tepat, sesuai gaya permainan Albania yang ia inginkan. Itulah hasil dari blusukan kesana kemari mencari pemain.

Di samping itu, ia juga menanamkan disiplin, profesionalisme, dan karakter khas Albania: keras dan kolektif. Para pemainnya, baik junior maupun senior, diibaratkan para pejuang dalam satu kebersamaan di medan laga. Sesuatu yang kurang ditanamkan oleh para pelatih sebelumnya, baik itu Hans-Peter Briegel (Jerman) dan Arie Haan (Belanda).

“Kami tidak punya pemain bintang, tapi kami punya keberanian dan semangat kebersamaan. Inilah yang mungkin membuat kami bertahan dan terus berjuang,” ujar Armand Duka, Presiden FSHF.

Strategi permainan yang dikembangkan De Biasi memang ke arah defensif  namun efektif dalam melakukan counter attack. Albania memainkan empat pemain belakang, lima di tengah dan satu striker. Kelebihan De Biasi dalam meracik strateginya adalah beberapa pemain bertahan dan pemain tengah mampu berperan sebagai pivot, kemampuan bertahan dan menyerang sama baiknya.

Kunci permainan Albania ada pada tiga pemain belakang yang mampu memiliki peran sebagai pivot. Mërgim Mavraj, bek asal klub FC Köln, Jerman, dengan tinggi 1.90 cm ini mencetak dua gol melalui heading ketika melawan Armenia dan satu gol melawan Prancis. Lalu, Berat Djimsiti (23) bek asal Atlanta, AS, dengan tinggi 1.90 cm juga kerap mencetak gol heading. Ermir Lenjani (26), bek asal Nantes, Prancis, disulap menjelajah lapangan tengah, juga mampu menjadi bek yang handal ketika mendapat serangan. Lenjani di timnas Albania ditempatkan sebagai Left Midfielder. Peran sebagai pivot, ia perlihatkan ketika melawan Armenia. Dari lini tengah sisi kiri dalam, Lenjani men-drible bola memasuki sepertiga lapangan pertahanan Armenia, dikepung 3 pemain, dengan naluri dan timing yang tepat, ia mampu melesatkan shooting dan gol.

Tiga pemain berkaraketer pivot ini semakin harmonis dan bertambah kuat dengan adanya bek kokoh Lorik Cana (32), kapten timnas Albania. Cana paling senior. Sudah 12 tahun ia setia membela negaranya, dengan tampil sebanyak 62 kali. Kemampuan bertahannya, dengan tackling kerasnya, bisa diandalkan. Ia memang seorang pejuang yang tak sungkan bermain keras dalam menjaga benteng pertahanan.

Di barisan tengah, De Biasi mempercayakan pada kemampuan Ergys Kace (22), gelandang PAOK FC, Yunani, ini juga mahir mencetak gol dari set pice. Hal ini dibuktikan ketika mencetak gol tendangan bebas ke gawang Prancis. Ada pula Taulant Xhaka (25), asal FC Basel, Swiss, bek yang dijuluki “gladiator Albania” ini bisa ditempatkan sebagai gelandang dan kerap membuka serangan.

Sedangkan di barisan depan, Albania bertumpu pada Shkelzen Gashi (27) pemain klub Colorado Rapids, AS, yang mencetak gol ketika melawan Armenia; dan bergantian dengan Bekim Balaj (25), pemain klub HNK Rijeka (Kroasia), yang mencetak gol ketika melawan Portugal.

Dengan racikan De Biasi ini, Albania banyak menghasilkan gol dari pemain belakang. Ketika menyerang, setidaknya cuma ada 2 atau 3 pemain di kotak pinalti lawan. Tapi, ketika diserang lawan, di kotak pinalti Albania bertumpuk 6-8 orang untuk menjaga pertahanan. Rumusnya: peran pemain belakang sebagai pivot harus efektif berfungsi menjalankan strategi counter attack-nya. Ketika mendapat kesempatan pertama, ia harus segera bergerak cepat membuka ruang dan menekan lawan. Bahkan, Prancis sudah merasakan kehebatan Albania, kalah 0-1 saat laga persahabatan.

Kini, Albania harus menghadapi Prancis, Swiss, dan Rumania di grup A Piala Eropa 2016. Sekalipun di atas kertas Albania bakal cepat angkat koper, namun demi menjaga kehormatan bangsanya, demi menjaga “besa”, bukan tidak mungkin para pemain Albania bermain bak pejuang yang tak takut mati. Menganggap remeh Albania adalah sebuah awal dari kekalahan. *** (wawan tunggul alam)

twitter: @wawan609

Comments

comments