WARTAPENA. Hotasi Nababan, mantan Direktur Merpati Nusantara Airlines (MNA), akhirnya mengajukan upaya hukum luar biasa Peninjauan Kembali (PK) terhadap Putusan Mahkamah Agung No. No. 417 K/Pid.Sus/2014 tertanggal 7 Mei 2014. Sidang PK digelar di PN Jakarta Pusat pada Selasa, 23 Desember 2014.
Alasan pengajuan PK adalah adanya bukti baru (novum) yaitu Putusan Pidana Pengadilan Distrik of Columbia, Amerika Serikat, di mana Jon Cooper, pemilik TALG (Thirdstone Aircraft Leasing Group) dan Alan Messner, CEO TALG, mengaku telah menipu Hotasi Nababan dan MNA, sehingga pengadilan Amerika Serikat menghukum Jon Cooper 18 bulan penjara dan Alan Mesesner dihukum 1 tahun penjara karena telah melakukan penipuan/penggelapan dana security deposit sebesar 1 juta dolar AS yang diserahkan MNA kepada TALG; selain itu, Jon Cooper juga diharuskan mengembalikan uang MNA sebesar 1 juta dolar AS dengan kewajiban tanggung renteng bersama Alan Messner.
Ketika Hotasi Nababan diadili di tingkat Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, pada saat itu pula persidangan pidana Jon Cooper dan Alan Messner di Pengadilan Negeri Amerika Serikat Distrik of Columbia sedang berlangsung. Putusan pidana Pengadilan Negeri Amerika Serikat tersebut baru dijatuhkan dan diketahui setelah keluarnya Putusan Kasasi MA. Karena itu, pengajuan novum ini telah memenuhi ketentuan Pasal 263 ayat (2) huruf a KUHAP.
“Kami percaya Hakim Pengadilan Negeri dan Majelis PK Mahkamah Agung nantinya akan mempertimbangkan Novum yang kami peroleh ini yang menunjukkan Hotasi dan MNA justru menjadi korban penipuan dan penggelapan dua warga negara AS. Dakwaan Jaksa AS juga menunjukkan bahwa Direksi MNA telah berupaya maksimal untuk hati-hati dalam penempatan Security Deposit itu,” ujar Juniver Girsang, kuasa hukum Hotasi Nababan.
Perbedaan putusan pengadilan Amerika Serikat dengan putusan kasasi MA adalah fakta-fakta yang diuraikan sama tetapi hasil putusannya berbeda. Pengadilan Amerika Serikat justru menghukum warganegaranya sendiri bersalah karena telah melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan, sementara MA malah kebalikannya menghukum warganegaranya sendiri Hotasi Nababan bersalah, meskipun jelas-jelas Hotasi telah ditipu kedua warganegara Amerika itu. Jadi, dengan fakta-fakta yang sama, tetapi putusannya berbeda.
Salah satu perbedaan dalam menilai fakta adalah, dalam putusan kasasi MA dinyatakan Hotasi Nababan telah melakukan perbuatan melawan hukum karena membayarkan Security Deposit sebesar 1 juta dolar AS dengan tidak melalui mekanisme Letter of Credit (L/C) atau Escrow Account tetapi secara tunai ke rekening Hume & Assoiciates PC. Padahal, putusan pengadilan Amerika Serikat, berdasarkan pengakuan terdakwa Jon Cooper dan Alan Messner, menyatakan Hotasi Nababan justru sudah meminta pada TALG (Jon Cooper) agar pembayaran Security Deposit menggunakan menakisme L/C namun ditolak oleh TALG (Jon Cooper).
Di samping itu, putusan MA menyatakan Hotasi Nababan telah melakukan perbuatan melawan hukum karena tidak menggunakan mekanisme Escrow Account. Padahal sesuai faktanya dan pengakuan Jon Cooper dan Alan Messner sendiri, dana tunai security deposit sebesar 1 juta dolar AS sudah ditransfer Hotasi Nababan ke Escrow Account (rekening penampungan) yaitu di rekening Hume & Associates PC yang mana Hume & Associates PC berfungasi pula sebagai Escrow Agent.
Dari kedua putusan tersebut terlihat bahwa putusan MA hanya berdasarkan asumsi, sedangkan putusan pengadilan Distrik of Coloumbia Amerika Serikat berdasarkan fakta-fakta karena adanya pengakuan dari Jon Cooper dan Alan Messner sendiri yang didukung dengan alat bukti lainnya.
Karena itu, Hotasi Nababan berharap putusan PK ini dapat membebaskannya dari hukuman karena putusan kasasi MA tidak sesuai dengan fakta-fakta yang sebenarnya, dan hakim di Indonesia dapat melihat keadilan yang sesungguhnya dengan mengakui putusan Pengadilan District of Coloumbia Amerika Serikat karena yang diuji di persidangan adalah sama yaitu menguji fakta-fakta peristiwa dan alat bukti yang terjadi antara Hotasi Nababan dan Jon Cooper juga Alan Messner dalam sewa menyewa pesawat terbang.
Sebelumnya, pada 12 Pebruari 2013, Pengadilan Tipikor telah menjatuhkan putusan Hotasi Nababan dinyatakan tidak bersalah dan diputus bebas. Akan tetapi, di tingkat kasasi MA, hakim agung Artidjo Alkostar, Mohamad Askin dan MS Lumme justru menghukum Hotasi Nababan bersalah dan dihukum 4 tahun penjara. Oleh karena merasa diperlakukan tidak adil, Hotasi Nababan akhirnya mengajukan upaya hukum PK.