Aneh, memang, jika masih ada Hakim yang memutus perkara menolak melakukan sita jaminan (conservatoir beslag) terhadap aset perusahaan BUMN. Sebab, aturan hukumnya sudah jelas. Cuma, sayangnya, masih ada saja hakim yang menafsirkan berbeda. Alhasil, tidak ada kepastian hukum, bahkan hukum menjadi semakin tidak jelas.
Padahal, hukum sudah menegaskan, sesuai UU, aset perusahaan BUMN itu dapat dilakukan sita jaminan (conservatoir beslag) oleh Pengadilan. Dasar hukum penyitaan itu dapat dilihat dari:
Pasal 1 angka 1 UU No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menyatakan: “Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.”
Pasal 4 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN menyatakan: “Modal BUMN merupakan dan berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.”
Penjelasan Pasal 4 ayat (1) UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN menyatakan bahwa: yang dimaksud dengan ”dipisahkan” adalah pemisahan kekayaan negara dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dijadikan penyertaan modal negara pada BUMN untuk selanjutnya pembinaan dan pengelolaannya tidak lagi didasarkan pada sistem APBN, namun pembinaan dan pengelolaannya didasarkan pada prinsip-prinsip perusahaan yang sehat.
Pasal 11 UU No. 19 Tahun 2003 Tentang BUMN menyatakan: “Terhadap persero berlaku segala ketentuan dan prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas sebagaimana diatur dalam UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas” (yang sudah diubah dengan UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas).
Pasal 39 UU No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN menyatakan: “Menteri tidak bertanggung jawab atas segala akibat perbuatan hukum yang dibuat Perum dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perum melebihi nilai kekayaan negara yang telah dipisahkan ke dalam Perum, kecuali apabila Menteri:
- baik langsung maupun tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan Perum semata-mata untuk kepentingan pribadi;
- terlibat dalam perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh Perum; atau
- langsung maupun tidak langsung secara melawan hukum menggunakan kekayaan Perum.”
Di samping itu, sesuai Fatwa Hukum Mahkamah Agung No. WKMA/Yud/20/VIII/2006 tanggal 16 Agustus 2006 menegaskan: “bahwa pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, khususnya pad BUMN/BUMD, tidak termasuk sebagai keuangan negara, sehingga tidak terikat pada ketentuan Keuangan Negara”.
Dengan landasan hukum sebagaimana disebutkan di atas, maka jelas aset perusahaan BUMN itu dapat diletakkan sita jaminan. Karena itu, alasan yang menyatakan harta kekayaan BUMN tidak dapat dilakukan penyitaan berdasarkan Pasal 50 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara tidak benar. Hal ini dikarenakan kekayaan BUMN sudah terpisah dari kekayan negara dengan landasan hukum sebagaimana yang sudah disebutkan di atas. Selain itu, Pasal 50 UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara itu tidak dapat diberlakukan terhadap aset perusahaan BUMN.
Di samping itu, jika mengacu pada pengertian Pasal 1 angka 10 dan 11 UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dinyatakan kekayaan negara dibatasi sebagai Barang Milik Negara/Daerah. Sedangkan pengertian Barang milik Negara/Daerah adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Dalam hal ini terbatas pada barang berwujud (tangible) yang meliputi barang persediaan dan aset.
Ditinjau secara yuridis normatif dalam peraturan perundang-undangan Indonesia, berdasarkan pengelolaannya aset negara dapat dibedakan dalam tiga kategori, yaitu:
- Aset yang dikelola sendiri oleh pemerintah disebut Barang Milik Negara (BMN), misalnya tanah milik Kementerian/Lembaga atau kendaraan milik kementerian/negara;
- Aset yang dikelola pihak lain yang disebut kekayaan negara yang dipisahkan, misalnya penyertaan modal megara berupa saham di BUMN atau kekayaan awal di berbagai Badan Hukum Milik Negara (BHMN) yang dinyatakan sebagai kekayaan terpisah berdasarkan UU pendiriannya;
- Aset yang dikuasai negara berupa kekayaan potensialnya terkait bumi, air, udara dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya yang dikuasai negara selaku organisasi tertinggi, misalnya tambang, batu bara, minyak, panas bumi, aset nasionalisasi eks asing, dan cagar budaya.
Nah, aset negara dalam perusahaan BUMN itu termasuk dalam kategori 2 yaitu kekayaan negara yang dipisahkan. Sehingga, dengan demikian, apabila Pasal 50 UU Perbendaharaan Negara menyatakan aset negara tidak dapat disita, maka ketentuan itu tidak dapat diberlakukan terhadap aset perusahaan negara di perusahaan BUMN, karena aset perusahaan negara di perusahaan BUMN sudah bukan merupakan aset yang dikuasai negara lagi tetapi merupakan kekayaan negara yang dipisahkan yang disertakan sebagai modal perusahaan negara BUMN.
Lagi pun, perusahaan BUMN merupakan perusahaan yang memiliki badan hukum tersendiri. UU Perseroan Terbatas lah yang berlaku untuk menetapkan status hukum aset milik perusahaan BUMN.
Mengingat aset perusahaan BUMN sudah bukan merupakan kekayaan negara lagi melainkan kekayaan perusahaan, maka asetnya tidak lagi memiliki imunitas — dengan berlindung di bawah Pasal 50 UU Perbendaharaan Negara. (wan)